AGAMA SEBAGAI SARANA PEMECAH MASALAH KEMANUSIAAN

 


 

Abstrak

Dalam perkembangannya, Iptek acap kali berbenturan atau dibenturkan dengan agama yang berakibat pada kegagalannya dalam misi kemanusian yang dilandasi pada bingkai humanis,demokratis dan berkeadilan. Distorsi ini juga dapat dialami oleh profesi pekerjaan sosial sebagai aktivitas kemanusiaan yang abai terhadap nilai-nilai keagamaan di satu sisi dan misi kemanusiaan oleh agama yang tidak dibingkai oleh keilmuan pada sisi yang lain.

Integrasi antara keduanya dalam praktek pekerjaan sosial merupakan sebuah keharusan sebab pendekatan moderen dan agama dalam praktek pekerjaan sosial merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan. Namun, pertanyaan kemudian adalah Dimana letak urgensi integrasi antara praktek peksos modern dan keagamaan tersebut? Dengan semakin berkembangnya wawasan postmodernisme dikalangan ahli ilmu sosial yang langsung atau tidak langsung memberi inspirasi bagi para tokoh dan cendekiawan masing-masing agama yang menawarkan alternatif baru. Bahkan dialog antar agamapun kini mulai dikembangkan. 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Kehidupan modern pada zaman sekarang ini telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Disatu pihak medernitas telah menunjukkan kemajuan yang spektakuler, khususnya dalam bidang IPTEK daan kemakmuran fisik. Pada saat yang sama ia telah menampilkan msalah kemanusiaan yang buram sebagai gejala kesengsaraan rohaniah. Gejala itu muncul sebagai akibat modernisasi yang didomonasi rassionalisasi dan mekanisme kehidupan. Modernisasi yang berlabihan telah menjadikan kehidupan ini keras dan tidak bersahabat. Saat ini manusia menjadi terlalu rasional dan mekanistik. Banyak yang mengejar prestasi dan segera ingin mewujudkan ambisi lahiriahnya baik untuk kepentingan individu maupun kolektif.

Modernitas dan perkembangan zaman telah menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dengan berbagai dampak positif sekaligus negatif. Nilai positif dapat terlihat apa yang dianggap gaib dan tidak mungkin di masa silam menjadi nyata dan fakta dimasa kini. Sedangkan efek negatifnya terlihat ketika ilmu  pengetahuan dan teknologi diper-Tuhan-kan. Ditengah kegamangan ilmu pengetahuan dan lahirnya kemanusiaan yang berpenyakit tersebut, peran agama kembali mendapat perhatian setelah teralienasi. Demikian halnya dalam ilmu pengetahuan seperti ilmu psikologi terapi yang menekankan pada teori klinis-mekanis dan mengesampingkan peran keagamaan-spiritualitas dan kemudian terbukti mengalami ketimpangan.

Ada pula kohesi sosial yang sekarang cenderung memudar. Banyak slogan yang melansir bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang guyub. Boleh jadi slogan itu masih berlaku dalam kehidupan sosial yang parsial. Namun, selebihnya perlu dikaji di lapangan. Karena, yang tampak di lapangan justru ke arah yang berlainan.

  

BAB II

PEMBAHASAN

TEORI

Sedemikian kerasnya kehidupan di zaman modern ini menjadikan banyak orang mengalami frustasi hingga taraf kronis. Menurut Toffler (dalam Nashir, 1999: 139), mengilustrasikan dengan cukup dramatis, karena tempo kehidupan yang cepat dan keras manusia yang hidup di zaman modern banyak yang berteriak histeris stop the world, I want to get-off, “hentikan dunia, kami mau turun”.

Dunia modern bisa diibaratkan sebagai roda yang berputar dengan cepat dan seolah-olah siap menelan korban bagi yang tidak mempersiapkan mental. Dalam kehidupan modern yang berjalan dengan sangat cepat, keras, tidak bersahabat, dan matrealistik ini lahirlah berbagai bentuk deviasi dalam perilaku manusia. Di Indonesia, meskipun kehidupan modern belum sebanding dengan apa yang terjadi di negara-negara maju, namun gelaja krisis moral dan spiritual dalam taraf tertentu telah menjadi realitas yang konkret. Misalnya, dalam lingkup keluarga muncul tindak kekerasan (perkosaan, pembunuhan, penganiayaan, dan lainnya) yang dilakukan oleh dan terhadap anggota keluarga yang sedarah (kerabat). Dalam kehidupan masyarakat juga banyak berkembang kriminalitas, disorganisasi sosial, dan penyakit sosial lainnyayang bervariasi. Tingkat kualitas kriminalitas dalam keluarga maupun masyarakat akhir-akhir ini cenderung meningkat sampai pada taraf yang sadis dan brutal. Seolah-olah nyawa manusia dan kemanusiaan memiliki harga yang sangat rendah.

Sementara itu, penyakit sosial yang berupa disorientasi dalam kehidupan manusia kini mulai merebak. Dr. Sarlito Wirawan S. (dalam Nashir, 1999: 140), menunjukkan suatu gejala yang disebut inkonsistensi, yaitu dimana orang-orang mnegatakan “iya” untuk sesuatu yang sebenarnya “tidak”. Berbagai bentuk penyimpangan memiliki banyak penghalusan istilah. Misalnya, “Korupsi” menjadi samar dan berwajah banyak, yang bagi palakunya dan orang awam tidak terkesan sebagai koruptor. Aturan-aturan yang seharusnya dibolehkan, akan tetapi dalam kenyataan di lapangan menjadi tidak boleh dan sebaliknya. Anjuran untuk hidup sederhana seringkali tidak sejalan dengan praktik di lapangan, bahkan masyarakat lebih cenderung bergaya hidup mewah. Sebagai akibatnya  kehidupan publik menjadi banyak kehilangan kepastian nilai dan norma.

Agama bagi Giddens (dalam Paputungan, 2005) adalah media pengorganisasian bagi kepercayaan yang tidak sekedar satu arah. Bukan hanya iman dan kekuatan religius yang menyediakan dukungan yang secara takdir dapat dijadikan sandaran: Demikian juga para fungsionaris keagamaan. Yang terpenting adalah bahwa kepercayaan religius biasanya menginjeksikan reliabilitas  ke dalam pengalaman pelbagai peristiwa dan situasi dan dari suatu kerangka Agama juga disinonimkan dengan Religion berasal dari kata Latin “religio”, berarti  “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat diartikan “having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’.

Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan  yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual-ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.

Masalah-masalah moral dan spiritual yang semakin berkembang dan melekat secara struktural dalam sistem kehidupan modern, memunculkan pertanyaan yaitu mampukah modernitas menyembuhkan wajah buruk bagi dirinya sendiri? Dan apakah krisis kemanusiaan dalam kehidupan modern ini hanyalah efek samping dari modernisasi yang berlebihan, karena selebihnya banyak menawarkan hal yang positif?

Sesungguhnya krisis dunia modern itu memang melekat dengan sendirinya dalam esensi modernitas yang acuan utamanya adalah humanisme yang antroposentris dengan segala variasi sehingga ia patut digugat dari falsafah, etika, dan paradigma yang menjadi dasarnya. Dengan mengamati pemikiran yang berkembang, maka tampaklah modernisasi yang bertupu pada pardigma atau mengacu pada humanisme dan antroposentris yang terbukti telah membangun tatanan kehidupan manusia yang antaagonistik. Jadi antara kemajuan dan perkembangan fisik-materiil yang tidak sebanding dengan perkembangan moral-spiritual dalam dimensi yang luas dan tentunya memerlukan acuan lain yang lebih kokoh. Di sinilah agam sering dipandang sebagai alternatif yang dikedepankan

Meskipun agama masih menghadapi persoalan yang berkaitan dengan pemahaman pemeluknya atas doktrin-doktrin ajaran agama, namun belakangan ini agama memang dipandang dapat membarikan wjah baru bagai dunia modern dengan segenap krisis kemanusiaan yang ditampilkannya. Peran agama agaknya tidak hanya sekedar bersifat profektif, akan tetapi juga menawarkan tatanan baru bagi moderniasi yang memiliki persambungan antara dunia fisik-materiil dan moral-spiritual serta hubungan antara hubungan horizontal kemanusiaan “hablu min an-nas” dan hubungan vertikal kemanusiaan “hablu min Allah” secara berkesinambungan.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka kini para tokoh dan cendekiawan agama mendapat tantangan untuk merumuskan rancang bangun modernitas yang memiliki acuan agama dengan perspektif yang telah dikemukakan. Dengan semakin berkembangnya wawasan postmodernisme dikalangan ahli ilmu sosial yang langsung atau tidak langsung memberi inspirasi bagi para tokoh dan cendekiawan masing-masing agama yang menawarkan alternatif baru. Bahkan dialog antar agamapun kini mulai dikembangkan.

Masing-masing agama dan umat beragama kini situntut tamppil inklusif. Secara tidak langsung umat beragama diajari untuk mengambil jarak sedemikian rupa terhadap agama yang dipeluknya, bahkan mungkin terhadap Tuhan yang disembahnya, deemi merelevansikan agama dalam tantangan zaman. Namun seringkali muncul sikap beragama tanpa perasaan dan keyakinan, dengan alasan takut mendewakan agama, yang kemudian menjadi musryik. Meskipun sebenaranya mereka terjebak pada pendewaan dan kemusryikan yang lain (misalnya mendewakan akal, demokrasi, dan dunia ilmiah). Pada dasarnya masyarakat sedang menantikan para tokoh dan cendekiawan agar mereka tidak terjebak pada kemungkinan mereduksi ajaran agama yang dipeluknya. Dan untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat di zaman modern ini,  peran keluarga perlu ditingkatkan dalam artian perhatian terhadap anggota keluarga harus lebih intensif.

 

 

SIMPULAN

Di Indonesia, meskipun kehidupan modern belum sebanding dengan apa yang terjadi di negara-negara maju, namun gelaja krisis moral dan spiritual dalam taraf tertentu telah menjadi realitas yang konkret. Misalnya, dalam lingkup keluarga muncul tindak kekerasan (perkosaan, pembunuhan, penganiayaan, dan lainnya) yang dilakukan oleh dan terhadap anggota keluarga yang sedarah (kerabat). Dalam kehidupan masyarakat juga banyak berkembang kriminalitas, disorganisasi sosial, dan penyakit sosial lainnyayang bervariasi. Tingkat kualitas kriminalitas dalam keluarga maupun masyarakat akhir-akhir ini cenderung meningkat sampai pada taraf yang sadis dan brutal. Seolah-olah nyawa manusia dan kemanusiaan memiliki harga yang sangat rendah.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Nashir, Haedar. 1999. Agama Dan Krisis kemanusiaan Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Paputungan, Muhammad. Pendekatan Modern dan Agama https://www.google.co.id/search?q=pemecahan+masalah+kemanusiaan&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a diunduh pada tanggal 30 November 2012 pukul 00:20

 

0 Response to "AGAMA SEBAGAI SARANA PEMECAH MASALAH KEMANUSIAAN"

Posting Komentar