A. Latar Belakang
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses
belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena
merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu
sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain.
Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual
anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak
dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta
dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini,
selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat
dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara
keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual
kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya
guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan
di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang
kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada keinginan
guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan
pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada
pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini
adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang
kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini
mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem
belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).
B. Strategi
Pembelajaran Aktif (Active Learning Strategy)
1. Pengertian
Pembelajaran aktif
(active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi
yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.
Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk
menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian
membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya
waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya
memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara
penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama
perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada
waktu 20 menit terakhir.
Kondisi tersebut di
atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini
menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama
disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera
pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas
tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:
Apa yang saya dengar,
saya lupa
Apa yang saya lihat,
saya ingat
Apa yang saya lakukan,
saya paham
Ketiga pernyataan ini
menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku
sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus
menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu
tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman (2001)
memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang
disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :
Apa yang saya dengar,
saya lupa
Apa yang saya dengar
dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar,
lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham
Apa yang saya dengar,
lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Apa yang saya ajarkan
pada orang lain, saya kuasai
Ada beberapa alasan
yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan
apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya
perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa
mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar
100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100
kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa
mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama
dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan
dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu
mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses
setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada
stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari
dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada
proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula.
Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang
masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini
disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling
menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang
dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran
seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi
pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak
manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian
bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak
yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan,
serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu
sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran
sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi pembelajaran konvensional
pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja,
sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan
Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat
dipentingkan.
Thorndike (Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :
1. law of readiness,
yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara
stimulus dan respons.
2. law of exercise,
yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara
stimulus dan respons akan menjadi lancer
3. law of effect,
yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika dapat
menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu
diulang.
Proses pembelajaran
pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar
terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan
mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu
menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses
pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat.
Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus
dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan
memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka akan mampu
mempertahankan respons tersebut dalam memory (ingatan) nya. Hubungan antara
stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal
yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu
memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung
akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu
mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm
memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam
pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun. Active learning (belajar aktif)
pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons
anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang
menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan
strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan
(memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran
dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru
harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya.
Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang
sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan
strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai
motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Dari uraian di atas
dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active learning
(belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu : Pembelajaran
konvensional Pembelajaran Active learning Berpusat pada guru Berpusat pada anak
didik Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan Kurang menyenangkan
Sangat menyenangkan Kurang memberdayakan semua Membemberdayakan semua indera
danpotensi anak didik indera dan potensi anak didik Menggunakan metode yang
monoton Menggunakan banyak metode
Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media Tidak perlu disesuaikan
dengan Disesuaikan dengan Pengetahuan yang sudah ada pengetahuan yang sudah ada
Perbandingan di atas
dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi
pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas. Selain
itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya
sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis,
berdiskusi atau bersama-sama dengan anggta kelas yang lain dalam memecahkan
masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif,
sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir
yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi.
Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan
belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar
aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar
terhadap belajar siswa.
2. Aplikasi Active
learning (belajar aktif) dalam Pembelajaran
L. Dee Fink (1999)
mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut.
Dialog dengan diri
sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif
mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri
mengenai apa yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka
rasakan mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak
didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang
mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut
terhadap diri mereka. Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog
parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog
yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang
topik yang dipelajari. Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau
mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan
apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri Doing atau
berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti
membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan
lain sebagainya.
Ada banyak metode yang
dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif) dalam
pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan
dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang
diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Trading Place
(tempat-tempat perdagangan), Who is in the Class?(siapa di kelas), Group Resume
(resume kelompok), prediction (prediksi), TV Komersial, the company you keep
(teman yang anda jaga), Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik),
reconnecting (menghubungkan kembali), dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa model pembelajaran
aktif yang disajikan Silberman.
Question Student Have
(Pertanyaan Peserta Didik)
Metode Question Student
Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan harapan anak didik
sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Metode ini
menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi siswa melalui tulisan.
Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang berani mengungkapkan
pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui percakapan.
Prosedur :
1. Bagikan kartu kosong
kepada siswa
2. Mintalah setiap
siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki tentang mata pelajaran
atau sifat pelajaran yang sedang dipelajari
3. Putarlah kartu
tersebut searah keliling jarum jam. Ketika setiap kartu diedarkan pada peserta
berikutnya, peserta tersebut harus membacanya dan memberikan tanda cek di sana
jika pertanyaan yang sama yang mereka ajukan
4. Saat kartu kembali
pada penulisnya, setiap peserta telah memeriksa semua pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok tersebut. Fase ini akan mengidentifikasi pertanyaan mana yang banyak
dipertanyakan.
Jawab masing-masing
pertanyaan tersebut dengan :
a. Jawaban langsung atau
berikan jawaban yang berani
b. Menunda jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai waktu yang tepat
c. Meluruskan
pertanyaan yang tidak menunjukkan suatu pertanyaan
5. Panggil beberapa
peserta berbagi pertanyaan secara sukarela, sekalipun pertanyaan mereka tidak
memperoleh suara terbanyak
6. Kumpulkan semua
kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dijawab
pada pertemuan berikutnya.
Variasi :
1. Jika kelas terlalu
besar dan memakan waktu saat memberikan kartu pada siswa, buatlah kelas menjadi
sub- kelompok dan lakukan instruksi yang sama. Atau kumpulkan kartu dengan
mudah tanpa menghabiskan waktu dan jawab salah satu pertanyaan
2. Meskipun meminta pertanyaan
dengan kartu indeks, mintalah peserta menulis harapan mereka dan atau mengenai
kelas, topik yang akan anda bahas atau alasan dasar untuk partisipasi kelas
yang akan mereka amati.
3. Variasi dapat pula
dilakukan dengan meminta peserta untuk memeriksa dan menjawab semua pertanyaan
yang diajukan oleh kelompok tersebut, sehingga fase ini akan dapat
mengidentifikasi pertanyaan mana yang mendapat jawaban terbanyak, sebagai
indikasi penguasaan anak terhadap objek yang dipertanyakan.
Reconnecting (menghubungkan
kembali)
Metode reconnecting
(menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan perhatian anak didik
pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan aktivitas tersebut.
Prosedur :
1. Ajaklah anak didik
kembali kepada pelajaran. Jelaskan pada anak didik bahwa menghabiskan beberapa
menit untuk mengaitkan kembali pelajaran dengan pengetahuan anak akan memberi
makna yang berarti.
2. Tentukan satu atau
lebih dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada para peserta didik :
•
Apa saja yang masih anda ingat tentang pelajaran terakhir kita ? apa saja yang
masih bertahan dalam diri anda ?
•
Sudahkah anda membaca / berpikir /melakukan sesuatu yang dirangsang oleh
pelajaran terakhi kita ?
•
Pengalaman menarik apa yang telah anda miliki di antara pelajaran-pelajaran?
•
Apa saja yang ada dalam pikiran anda sekarang (misal nya sebuah kekhawatiran)
yang mungkin mengganggu kemampuan anda untuk memberi perhatian pebuh terhadap
pelajaran hari ini?
•
Bagaimana perasaan anda hari ini? (Dapat dilakukan dengan memberikan metafor,
seperti “Saya merasa bagaikan pisang busuk
3. Dapatkan respons
dengan menggunakan salah satu format, seperti sub-kelompok atau pembicara dengan
urutan panggilan berikutnya
4. Hubungkan dengan
topik sekarang
Variasi :
1. Lakukan sebuah
ulasan tentang pelajaran yang telah lalu
2. Sampaikan dua
pertanyaan, konsep atau sejumlah informasi yang tercakup dalam pelajaran yang
lalu. Mintalah peserta didik untuk memberikan suara terhadap sesuatu yang
paling mereka sukai agar anda mengulas pelajaran tersebut. Ulaslah pertanyaan,
konsep, atau informasi yang menang.
Pengajaran Sinergetik
(Synergetic Teaching)
Metode ini dimaksudkan
untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan pengalaman pengalaman (yang
telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang mereka miliki.
Prosedur :
a. Bagi kelas menjadi
dua kelompok
b. Salah satu kelompok
dipisahkan ke ruang lain untuk membaca topik pelajaran
c. Kelompok yang lain
diberikan materi pelajaran yang sama dengan metode yang diinginkan oleh guru.
d. Pasangkan
masing-masing anggota kelompok pembaca dan kelompok penerima materi pelajaran
dari guru dengan tugas menyimpulkan/meringkas materi pelajaran.
Kartu Sortir (Card
Sort)
Metode ini merupakan
kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, penggolongan
sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi informasi.
Prosedur :
a. Masing-masing siswa
diberikan kartu indek yang berisi materi pelajaran. Kartu indek dibuat
berpasangan berdasarkan definisi, kategori/kelompok, misalnya kartu yang berisi
aliran empiris dengan kartu pendidikan ditentukan oleh lingkungan dll. Makin
banyak siswa makin banyak pula pasangan kartunya.
b. Guru menunjuk salah
satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain diminta berpasangan dengan
siswa tersebut bila merasa kartu yang dipegangnya memiliki kesamaan definisi
atau kategori.
c. Agar situasinya agak
seru dapat diberikan hukuman bagi siswa yang melakuan kesalahan. Jenis hukuman
dibuat atas kesepakatan bersama.
d. Guru dapat membuat
catatan penting di papan tulis pada saat prosesi terjadi.
TRADING PLACE
Metode ini memungkinkan
peserta didik lebih mengenal, tukar menukar pendapat dan mempertimbangkan
gagasan, nilai atau pemecahan baru terhadap berbagai masalah.
Prosedur :
1. beri peserta didik
satu atau lebih catatan-catatan Post-it (tentukan apakah kegiatan tersebut akan
berjalan lebih baik dengan membatasi para peserta didik terhadap sebuah atau
beberapa kontribusi)
2. mintalah mereka
untuk menulis dalam catatan merea salah satu dari hal berikut :
a.
sebuah nilai yang mereka pegang
b.
sebuah pengalaman yang telah mereka miliki saat ini
c.
sebuah ide atau solusi kreatif terhadap sebuah problema yang telah anda
tentukan
d.
sebuah pertanyaan yang mereka miliki mengenai persoalan dari mata pelajaran
e.
sebuah opini yang mereka pegang tentang sebuah topik pilihan anda
f.
sebuah fakta tentang mereka sendiri atau persoalan pelajaran
3. mintalah peseta
didik menaruh (menempelkan) catatan tersebut pada pakaian mereka dan
mengelilingi ruangan dengan atau sambil membaca tiap catatan milik peserta yang
lain
4. kemudian, suruhlah
para peserta didik berkumpul sekali lagi dan mengasosiasikan sebuah pertukaran
catatan-catatan yang telah diletakkan pada tempatnya (trade of Post-it notes)
satu sama lain. Pertukaran itu hendaknya didasarkan pada sebuah keinginan untuk
memiliki sebuah nilai, pengalaman, ide, pertanyaan, opini atau fakta tertentu
dalam waktu yang singkat. Buatlah aturan bahwa semua pertukaran harus menjadi dua
jalan. Doronglah peserta didik untuk membuat sebanyak mungkin pertukaran yang
mereka sukai.
5. kumpulkan kembali
kelas tersebut dan mintalah para peserta didik berbagi pertukaran apa yang
mereka buat dan mengapa demikian. (misalnya : Mita : “Saya menukar catatan
dengan Sonya karena dia telah membuat catatan tentang perjalanan ke Eropa
Timur. Saya menyukai perjalanan ke sana karena saya mempunyai nenek moyang yang
berasal dari Hongaria dan Ukraina
WHO IN THE CLASS?
Metode ini digunakan
untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih mirip dengan
perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda. Strategi ini
membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat gereakan
fisik berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada permulaan
sebuah perjalanan.
Prosedur:
1. Buatlah 6
sampau 10 pertanyaan deskriptif untuk melengkapi frase : Carilah seseorang yang…………
Suka/senang menggambar
Mengetahui
apa yang dimaksud rebonding
Mengira
bahwa hari ini akan hujan
Berperilaku
baik
Telah
mengerjakan PR
Punya
semangat kuat dalam belajar dll
2. Bagikan
pernyataan-pernyataan itu kepada peserta didik dan berikah beberapa perintah
berikut :
Kegiatan ini seperti sebuah perburuan binatang, kecuali bahwa anda mencari
orang sebagai pengganti benda. Ketika saya berkata “mulai” kelilingilah ruangan
dengan mencari orang-orang yang cocok dengan pernyataan ini. Anda bisa
menggunakan masing-masing orang hanya untuk sebuah pernyataan, meskipun dia
memiliki kecocokan lebih dari satu. Tulislah nama orang tersebut
3. ketika kebanyakan
peserta didik telah selesai, beri tanda stop berburu dan kumpulkan kembali ke
kelas.
4. guru dapat
menawarkan sebuah hadiah penghargaan teradap orang yang selesai pertama kali.
Yang lebih penting surveilah kelas tersebut. Kembangkan diskusi singkat tentang
beberapa bagian yang mungkin merangsang perhatian dalam topik pelajaran.
Resume kelompok
Teknik resume secara
khusus menggambarkan sebuah prestasi , kecakapan dan pencapaian individual,
sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk membantu para
peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem dari sebuah
kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.
Prosedur :
1. Bagilah peserta
didik ke dalam kelompok sekitar 3 sampai 6 anggota
2. beritahukan kelas
itu bahwa kelas berisi sebuah kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat
3. sarankan bahwa salah
satu cara untuk mengenal dan menyampaikan sumber mata pelajaran adalah dengan
membuat resume kelompok.
4. berikan kelompok
cetakan berita dan penilai untuk menunjukkan resume mereka. Resume tersebut
seharusnya memasukkan beberapa informasi yang bisa menjual kelompok tersebut
secara keseluruhan. Data yang disertakan bisa berupa :
latar belakang
pendidikan; sekolah-sekolah yang dimasuki
pengetahuan
tentang isi pelajaran
pengalaman kerja
posisi yang
pernah dipegang\keterampilan-keterampilan
hobby, bakat,
perjalanan, keluarga prestasi-prestasi
5. ajaklah
masing-masing kelompok untuk menyampaikan resumenya
PREDICTION (PREDIKSI)
Metode ini dapat
membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain
Prosedur :
1. bentuklah sub-sub
kelompok dari 3 sampai 4 orang siswa (yang relatif masih asing satu sama lain)
2. beritahukan pada
peserta didik bahwa pekerjaan mereka adalah meramalkan bagaimana masing-masing
orang dalam kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah
dipersiapkan untuk mereka, seperti :
a.
kamu menyukai musik apa?
b.
Apa di antara kegiatan waktu luang favorit anda?
c.
Berapa jam kamu bisa tidur malam?
d.
Berapa saudara kandung yang kamu miliki dan kamu berada pada urutan berapa?
e.
Di mana kamu dibesarkan?
f.
Seperti apa kamu ketika masih kecil?
g.
Apakah orang tua kamu bersikap toleran atau ketat?
h.
Pekerjaan apa yang telah kamu miliki?
3. mintalah sub-sub
kelompok mulai dengan memilih satu orang sebagaoi subyek pertamanya. Dorong
anggota kelompok se spesifik mungkin dalam prediksi mereka mengenai orang itu.
Beritahukan mereka agar tidak takut tentang tebakan-tebakan yang berani.
4. mintalah
masing-masing anggota kelompok bergiliran sebagai orang fokus/utama.
Tv Komersial
Metode ini dapat
menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat
Prosedur :
1. bagilah peserta
didik ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota
2. mintalah team-team
membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran dengan menekankan
nilainya bagi meraka atau bagi dunia
3. iklan hendaknya
berisi sebuah slogan (sebagai contoh “Lebih baik hidup dengan ilmu Kimia”) dan
visual (misalnya, produk-produk kimia terkenal)
4. jelaskan bahwa
konsep umum dan sebuah outline dari iklan tersebut sesuai. Namun jika team
ingin memerankan iklannya, hal tersebut baik juga.
5. sebelum
masing-masing team mulai merencanakan iklannya, maka diskusikan karakteristik
dari beberapa iklan yang saat ini terkenal untuk merangsang kreatifitas
(misalnya penggunaan sebuah kepribadian terkenal, humor, perbandingan terhadap
persaingan, daya tarik sex)
6. mintalah
masing-masing team menyampaikan ide-idenya. Pujilah kreatifitas setiap orang.
The Company You Keep
Metode ini digunakan
untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain aktivitas
kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.
Prosedur :
1. buatlah daftar
kategori yang anda pikir mungkin tepat dalam sebuah kegiatan untuk lebih
mengenal pelajaran yang anda ajar. Kategori-kategori tersebut meliputi :
a.
bulan kelahiran
b.
orang yang suka atau tidak suka suatu objek
c.
kesukaan seseorang
d.
tangan yang digunakan untuk menulis
e.
warna sepatu
f.
setuju atau tidak dengan beberapa pernyataan opini tentang sebuah isi hangat
(misalnya “Jaminan pemeliharaan kesehatan hendaknya bersifat universal”)
Catatan:
Kategori dapat pula dikaitkan langsung dengan materi pelajaran yang diajarkan
2. bersihkan ruang
lantai agar peserta didik dapat berkeliling dengan bebas
3. sebutkan sebuah
kategori. Arahkan para peserta didik untuk menentukan secepat mungkin semua
orang yang akan mereka kaitkan dengan kategori yang ada. Misal para penulis
dengan tangan kanan dan penulis dengan tangan kiri akan terpisah menjadi dua
bagian.
4. ketika para peserta
didik telah membentuk kelompok-kelompok yang tepat, mintalah mereka berjabatan
tangan dengan teman yang mereka jaga. Ajaklah semua untuk mengamati dengan
tepat berapa banyak otang yang ada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
5. lanjutkan segera
pada kategori berikutnya. Jagalah peserta didik tetap bergerak dari kelompok ke
kelompok ketika anda mengumumkan kategori-kategori baru.
6. kumpulkan kembali
seluruh kelas. Diskusikan perbedaan peserta didik yang muncul dari latihan itu.
(http://edu-articles.com/)
DAFTAR
BACAAN
Bonwell, Charles C.,
dan James A. Eison, Active Learning: Creating Excitement in the Classroom, http://www.gwu.edu/eriche.
Dee Fink, L., Active
Learning, reprinted with permission of the Oklahoma Instructional Development
Program, 1999, http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html
Djamarah, Syaiful Bahri
dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.
McKeachie W., Teaching
Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher, Boston, D.C. Health, 1986.
Mulyasa, E., Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2004.
Pollio, H.R., “What
Students Think About and Do in College Lecture Classes” dalam Teaching-Learning
Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of Tennesse,
1984.
Silberman, Mel, Active
Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.)
Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004.
Walgito, Bimo,
Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset, 1997.
Wenger, Win, Beyond
Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning, (terjemahan
Ria Sirait dan Purwanto), Nuansa, 2003.
Yamin, Martinis,
Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta, Gaung Persada Press, 2003.
0 Response to "STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING"
Posting Komentar